Posted by Berita Mapan on Tuesday, November 7, 2017 |
Berita Utama,
Sosial Masyarakat
 |
Safiudin (47) saat dikunjungi oleh sejumlah pejabat Forkopimka Bantaran dan Kapolsek Bantaran. Dia akan segera direhabilitasi dengan layak di RSJ Lawang, malang. |
BANTARAN – Akibat
gagal menikah sebanyak 2 kali, Safiudin (47) warga dusun Karang Tengah, Desa
Kropak, Kecamatan Bantaran, mengalami depresi dan gangguan jiwa. Akhirnya oleh
pihak keluarga, Safiudin pun dipasung selama kurang lebih 30 tahun. Namun kini
dia memiliki harapan untuk sembuh setelah oleh pihak keluarganya diijinkan
untuk menjalani rehabilitasi di Rumah sakit Jiwa (RSJ) Lawang Malang.
Hal tersebut tak terlepas dari
bujukan Kapolsek Bantaran AKP Sujianto beserta pihak Dinas kesehatan (Dinkes) kabupaten Probolinggo dan
Forkopimka kecamatan Banyuanyar yang berhasil membujuk dan memberikan pembinaan pihak
keluarga, agar Safiudin segera menjalani proses rehabilitasi demi kesembuhannya,
“Berulang kali kami bujuk dan
akhirnya pihak keluarga menerima penjelasan kami dan bersedia agar yang
bersangkutan dibawa ke RSJ Lawang untuk direhabilitasi,” ujar AKP Sujianto, Senin (6/11) kemarin.
Dia mengungkapkan bahwa Safiudin
telah dipasung selama kurang lebih 30 tahun sejak usia 17 tahun dirumah milik
orang tuanya yakni Sarinoto (75). Selama kurun waktu itu pula Safiudin dirawat oleh ibunya dalam kondisi kaki terikat
rantai.
Rantai tersebutlah yang membatasi
ruang gerak Safiudin yang disebutkan mengalami gangguan jiwa paska gagal
menikah dan sempat mengikuti ajaran salah seorang guru spiritualnya, “Ketika
ditanya ilmu apa dan siapa gurunya dia tak mau menjawab,” katanya.
Terpisah Sarinoto, menyebutkan
bahwa kondisi anaknya sebenarnya tidak mengalami
gangguan jiwa. Hanya saja terkadang memang emosinya kadang
muncul tiba-tiba dan tak bisa diprediksi. Demi alasan keamanan oleh pihak
keluarga besar akhirnya memutuskan untuk memasung kaki Safiudin dengan rantai
sambil berharap dia tak mengganggu dan membahayakan warga lainnya, “Selain itu
juga kami sangat ingin dia sembuh, sehingga kami bersedia dia dibawa ke Malang,” ujarnya.
Selain itu di menceritakan bahwa
kondisi awal anaknya itu dari kecil hingga berusia sekitar 16 tahun kondisinya
normal layaknya anak pada umumnya. Namun perangainya berubah ketika dia
menginjak usia 17 tahun dan sempat gagal menikah sebanyak 2 kali, lantaran pihak
perempuan ketakutan akan emosi Safiudin yang labil.
“Sebenarnya kami sakit dan tak
tega melihatnya seperti itu, tapi mau bagaimana lagi kami tak punya biaya untuk
mengobatinya, sedangkan kondisi ekonomi kami sendiri pas-pasan,” sebutnya.
Bahkan disebutnya hanya untuk
sekedar berobat ke Puskesmas terdekat saja dia tak berani. Lantaran takut tak punya biaya untuk perawatan dan
untuk membeli obat yang harganya diluar jangkauannya, “Kami sangat bersyukur
apabila anak kami itu diobati dan dirawat hingga sembuh di rumah sakit di
Malang,” tandasnya. (uje)
No comments: