Gagal Menikah 2 kali, Dipasung 30 Tahun

Safiudin (47) saat dikunjungi oleh sejumlah pejabat Forkopimka Bantaran dan Kapolsek Bantaran. Dia akan segera direhabilitasi dengan layak di RSJ Lawang, malang.
BANTARAN – Akibat gagal menikah sebanyak 2 kali, Safiudin (47) warga dusun Karang Tengah, Desa Kropak, Kecamatan Bantaran, mengalami depresi dan gangguan jiwa. Akhirnya oleh pihak keluarga, Safiudin pun dipasung selama kurang lebih 30 tahun. Namun kini dia memiliki harapan untuk sembuh setelah oleh pihak keluarganya diijinkan untuk menjalani rehabilitasi di Rumah sakit Jiwa (RSJ) Lawang Malang.
           Hal tersebut tak terlepas dari bujukan Kapolsek Bantaran AKP Sujianto beserta pihak Dinas kesehatan (Dinkes) kabupaten Probolinggo dan Forkopimka kecamatan Banyuanyar yang berhasil membujuk dan memberikan pembinaan pihak keluarga, agar Safiudin segera menjalani proses rehabilitasi demi kesembuhannya,
“Berulang kali kami bujuk dan akhirnya pihak keluarga menerima penjelasan kami dan bersedia agar yang bersangkutan dibawa ke RSJ Lawang untuk direhabilitasi,” ujar AKP Sujianto, Senin (6/11) kemarin.
Dia mengungkapkan bahwa Safiudin telah dipasung selama kurang lebih 30 tahun sejak usia 17 tahun dirumah milik orang tuanya yakni Sarinoto (75). Selama kurun waktu itu pula Safiudin dirawat oleh ibunya dalam kondisi kaki terikat rantai.
Rantai tersebutlah yang membatasi ruang gerak Safiudin yang disebutkan mengalami gangguan jiwa paska gagal menikah dan sempat mengikuti ajaran salah seorang guru spiritualnya, “Ketika ditanya ilmu apa dan siapa gurunya dia tak mau menjawab,” katanya.
Terpisah Sarinoto, menyebutkan bahwa kondisi anaknya sebenarnya tidak mengalami
gangguan jiwa. Hanya saja terkadang memang emosinya kadang muncul tiba-tiba dan tak bisa diprediksi. Demi alasan keamanan oleh pihak keluarga besar akhirnya memutuskan untuk memasung kaki Safiudin dengan rantai sambil berharap dia tak mengganggu dan membahayakan warga lainnya, “Selain itu juga kami sangat ingin dia sembuh, sehingga kami bersedia dia dibawa ke Malang,” ujarnya.
Selain itu di menceritakan bahwa kondisi awal anaknya itu dari kecil hingga berusia sekitar 16 tahun kondisinya normal layaknya anak pada umumnya. Namun perangainya berubah ketika dia menginjak usia 17 tahun dan sempat gagal menikah sebanyak 2 kali, lantaran pihak perempuan ketakutan akan emosi Safiudin yang labil.
“Sebenarnya kami sakit dan tak tega melihatnya seperti itu, tapi mau bagaimana lagi kami tak punya biaya untuk mengobatinya, sedangkan kondisi ekonomi kami sendiri pas-pasan,” sebutnya.
Bahkan disebutnya hanya untuk sekedar berobat ke Puskesmas terdekat saja dia tak berani. Lantaran takut tak punya biaya untuk perawatan dan untuk membeli obat yang harganya diluar jangkauannya, “Kami sangat bersyukur apabila anak kami itu diobati dan dirawat hingga sembuh di rumah sakit di Malang,” tandasnya. (uje)


No comments:

Write a Comment


Top